CHAPTER 9
Hunting for Love
Bulan November di Hogwarts menjadi bulan yang penuh cinta. Bagaimana tidak, sepertinya guru-guru pun sudah bertoleransi dan tidak memberikan banyak tugas untuk bulan ini. Tampaknya mereka ingin memberi murid-murid kesempatan untuk mencari pasangan yang baik. Bahkan pesta Halloween yang dirayakan tanggal 31 Oktober pun menjadi kurang berarti dan kurang menyisakan momen mengasyikkan di hati, karena kedudukannya tergeser oleh Malam Persahabatan Antar-Asrama Hogwarts.
Topik pesta dansa masih merupakan topik yang hot di kalangan murid-murid. Mereka senang akan toleransi dari guru-guru. Beberapa bahkan sudah punya pasangan, ada yang cocok, dan ada yang terbalik seratus delapan puluh derajat, ada yang menjadi selebritis karena mendapat pasangan yang ngetop, ada pula yang menjadi bahan lelucon kecil. Tapi semua itu tidak menggugurkan gairah murid-murid. Setiap hari ada saja pasangan-pasangan baru.
Harry sendiri merasa aneh. Dia stress kalau dibebani banyak sekali tugas, tetapi jika tugas-tugas itu ditiadakan dan diganti dengan mencari pasangan dansa, lain lagi ceritanya. Harry masih belum mengajak Cho Chang, Ron dan Hermione sepertinya juga belum mendapat pasangan. Harry jadi agak iri melihat Malfoy ke mana-mana dengan Pansy Parkinson. Kalau hal ini terus berjalan sampai pesta dansa, dia yakin mereka pasti akan berciuman atau mungkin yang lebih hebat lagi.
Mendadak anak-anak Gryffindor yang ramai jadi pendiam. Seperti sore itu, hari kelima bulan November. Ruang Rekreasi Gryffindor dipenuhi anak-anak seperti biasa, tetapi mereka tidak banyak bercakap-cakap. Kalau tidak mengerjakan tugas, mereka hanya diam di tempat, atau membaca − tapi membaca pun kelihatannya tidak serius. Harry, Ron, Hermione, si kembar Weasley, dan Ginny berkelompok di satu meja, mereka juga sedang tidak mengerjakan apa-apa.
"Kau sudah mendapat pasangan dansa belum?" tanya Harry pada Ron, memecah kesunyian.
"A−aku?" Ron tergagap.
"Ya, kamu. Apa kamu bersama Padma Patil lagi seperti tahun lalu?" tanya Harry.
"Oh, mmm...tidak, bukan dia, tapi aku sudah dapat pasangan," kata Ron, yang wajahnya mulai memerah. Tepatnya, wajah dia dan Hermione.
"Siapa? Cantik, tidak?" Harry makin penasaran.
"Err−cantik, aku suka dia. Sudah lama."
"Harry, Harry, Harry," sela Fred meniru Lockhart dengan amat persis. "Kau percaya bahwa Ronnie kecil kita mendapat cewek yang cantik?"
"Fred!!!" Ron berteriak gusar.
"Maaf, maaf," balas Fred sambil nyengir. "Tapi benar kan? Tahun lalu saja kau bersama si Patil itu, gara-gara tidak mau mengajak Eloise Midgen."
"Kan sudah kubilang, hidungnya miring," gerutu Ron. "Sebetulnya aku ingin mengajak cewek ini, dan akhirnya aku mengajaknya sekarang, dan dia mau."
Fred dan George terperangah. "Siapa, Ron, SIAPA???"
Wajah Ron sudah semerah rambutnya, dan dia menunduk tersipu. "Err−dia, oh sebetulnya aku tidak mau mengatakannya, tapi baiklah−aku mengajak...aku mengajak Hermione."
Sunyi sekejap.
"Kau mengajak Hermione, Ron?" desis Harry, lalu dia menoleh pada Hermione yang juga sangat merah. "Bagaimana..."
"Dia...dia menyusulku suatu hari di perpustakaan," kata Hermione, malu karena Ginny pun ingin mendengar ceritanya. "Dia bilang...kalau dia menyukaiku dan...dia selalu cemburu kalau aku menyebut-nyebut Krum...padahal aku tidak menganggap Krum itu spesial, Harry...tapi dia bilang begitu dan itu sudah cukup, jadi aku...er, menerima ajakannya."
"Begitu?" Alis Harry sudah naik sampai menyentuh poni hitamnya.
"Tidak, aku..." Hermione tampak amat sangat malu sampai kelihatannya hampir menangis. Ron pun tidak berusaha mencegahnya, dia hanya menunduk. "...dia juga...mengajak...oh Harry, kami sudah jadian!"
Hermione terisak saking malunya dan berlari ke asrama anak perempuan. Harry, Fred, George, dan Ginny memandang Ron seakan dia orang sinting.
"Ke−kenapa kalian melihatku begitu?" tanya Ron. "Aku kan tidak salah." Ginny menepuk-nepuk punggung kakaknya itu, bermaksud menghibur.
"Tindakan yang...yang berani sekali," komentar George kehilangan kata-kata.
"Kau sendiri bagaimana?" tanya Ron mengalihkan pembicaraan. "Kau sudah mengajak seseorang, George?"
Si kembar berpandangan ragu-ragu selama beberapa menit, kemudian George angkat bicara. "Fred mengajak Alicia Spinnet," katanya. "Dan aku...aku mengajak Katie Bell."
Harry dan Ron terbelalak. "Kapan kalian mengajaknya?" tanya Harry.
"Baru saja, tepat sebelum kami masuk Ruang Rekreasi."
Harry geli membayangkan si kembar Weasley yang tidak bisa dibedakan − kecuali oleh keluarga mereka − mengajak cewek yang berbeda. Bagaimana kalau di sela-sela dansa Alicia dan Katie salah gandeng?
"Err−memangnya Angelina mau dikemanakan, Fred?" tanya Harry lagi.
"Dia sudah bersama anak Hufflepuff," kata Fred, kelihatan menyesal.
"Kalian berdua selalu mengajak anggota Quidditch kita," kata Ron. "Quidditch! Oh ya ampun, bagaimana Quidditch tahun ini?!"
Harry mengangkat bahu. "Aku tidak tahu. Kita pun belum memilih Kapten dan Keeper baru, kan?"
"Aku yakin kaulah Kapten barunya, Harry," kata Ginny yang sejak tadi hanya diam mendengarkan. "Kau kan hebat dan jago terbang."
"Oh yeah, bagaimana dengan Keeper?" kata Ron.
"Siapa saja deh, asal anaknya gampang diatur, nggak nyebelin, dan memang bisa terbang dengan sapu," kata Harry. Dia berharap semoga bukan Colin Creevey atau adiknya, Dennis. Mereka sangat memuja-muja Harry dan bermaksud membuat fans club khusus penggemar Harry Potter − bayangkan! Segala tindakan mereka sangat tidak menyenangkan baginya, belum lagi menyebut sindiran pedas dari Malfoy dan kegilaan si guru sombong Gilderoy Lockhart (yang juga mengidolakan Harry dan mendukung segala bentuk kegiatan yang punya kemungkinan besar membuat nama Harry makin terkenal. Dia menyukai warna-warna mencolok, terutama pink. Norak sekali).
"Tapi, Harry," kata George. "Mestinya McGonagall sudah mengadakan rapat pemilihan. Jangan-jangan dia sudah pikun lho, atau entah bagaimana terkena Jampi Memori."
"Kuharap saja tidak," kata Harry kesal.
Hari-hari bebas PR dan tugas berat berlalu begitu saja. Ada hawa yang membuat semua orang jadi pendiam dan malu-malu, bahkan sampai akhir bulan November mendekat, dan tetap saja Harry belum mengajak Cho. Tapi dia sudah menguatkan hati dan menemui cewek itu hari ini juga, pada selang pelajaran Pemeliharaan Satwa Gaib (mempercantik Dovimetrodon hias) dan Transfigurasi.
Dia melihat Cho baru kembali dari Rumah Kaca bersama teman-temannya yang ribut seperti biasa. Harry menyadari bahwa setiap menit Cho bertambah cantik baginya tetapi jelas dia bukan Veela seperti Fleur Delacour.
Harry meninggalkan rombongan Gryffindor dan menghampiri Cho. Entah karena apa, Cho juga berpisah dari teman-temannya dan berjalan sendiri.
"H−hai, Cho!" kata Harry takut-takut.
"Hai, Harry, bagaimana kabarmu?" sapa Cho sambil tersenyum. Harry tidak tahan menatapnya, dan mendadak perutnya amat mual.
"Cho, aku mau bilang, s−sebetulnya...sebetulnya aku dari dulu s−suka kamu," Harry menelan ludah, merasa mukanya panas. "Maukah...maukah kau j−jadi pacarku? Bersamaku?"
Diam. Cho dan Harry berpandang-pandangan, dua-duanya merah. "Oh, Harry!" seru Cho Chang kemudian. "K−kau serius?"
"Serius," jawab Harry mantap, tapi sambil menggigit bibir bawahnya.
"Harry, kalau begitu baiklah."
Tak percaya akan keberuntungannya yang kesekian kalinya, Harry merasa semua beban terangkat, perutnya jadi kosong dan tidak lagi mual, semuanya ‘plong’. Tiba-tiba hari itu menjadi sangat cerah bagi Harry, bahkan matahari terik pun menjadi amat menyenangkan.
"B−benarkah?" tanya Harry memastikan.
Cho tersenyum, lalu menepuk bahu Harry. Rambut hitamnya yang lurus dan halus tertiup angin sepoi-sepoi. Harry merasa ini persis seperti di film-film romantis, hanya saja bukan terjadi di tempat remang-remang atau di tempat yang dihiasi bunga-bungaan. Yang ini terjadi di antara gubuk Hagrid dan Rumah Kaca, ditonton oleh kastil tua besar.
"Thanks," kata Harry, sudah merasa lega. Lagi-lagi Cho cuma tersenyum dan pergi meninggalkannya, terdiam di tempat. Sepertinya seabad sudah berlalu sebelum terdengar teriakan Ron.
"Harry!" Ron tersengal di sampingnya. "Kau lagi ngapain? Sebentar lagi kan jam Transfigurasi dan kau mematung di sini seperti orang idiot!"
"Aku habis mengajak Cho Chang," kata Harry nyengir, tidak peduli apakah dia akan terlambat atau tidak.
"Cho Chang?" Ron tak percaya. "Kau−kau mengajaknya? Lalu, dia bagaimana? Mau tidak?"
"Yeah, dia menerimaku. Kami akan dansa bersama, tahu, dan kami..." Harry nyengir makin lebar. "...pacaran."
"HARRY!!!" Ron berteriak kegirangan. "Selamat ya, selamat!!!"
"Ah, tidak perlu begitu," kata Harry salah tingkah sementara mereka menaiki tangga batu menuju kastil.
"Ada apa? Kenapa?" Hermione berlari-lari dari tangga utama. "Kalian kok lama sekali?"
"Hermione, percaya tidak kamu? Harry pacaran dengan Cho!" seru Ron.
"KAU?! DENGAN CHO CHANG???!!!!" Hermione bersiul. "Whoaa...Harry!!! Selamat, kalau begitu! Akhirnya kau punya pacar! Malfoy tidak akan mengejekmu lagi, Harry!!!"
"Sudahlah, ayo ke kelas McGonagall," kata Harry, tidak ingin mereka bicara soal ini lama-lama. Tapi Ron dan Hermione masih saja nyerocos.
"Harry, kau punya pacar! Kau punya pacar!"
"Tuh, lihat! Mengajak cewek kan tidak susah!"
"Iya, kau saja dulu telat ngajak dan tampangmu kurang meyakinkan!"
"Dan waktu itu masih ada sainganmu, si Diggory! Apa ya katanya kalau tahu kau mendapatkannya?!"
"Mungkin dia akan marah, Harry! Mungkin cemburu! Tapi jangan jadi masalah, oke?! Pokoknya kau mesti senang sekarang!"
"Karena akhirnya kau punya pacar!"
"Dengan Cho Chang, lagi! SELAMAT, HARRY!!!"
Ini membuat tubuh Harry terasa sungguh ringan pada hari-hari berikutnya.
Tak pelak lagi, berita ini menyebar di kalangan murid-murid. Sekali lagi Harry jadi selebritis. Tapi kali ini dia tidak takut karena ditemani oleh Cho Chang. Banyak yang bilang bahwa Harry membuat Hermione sakit hati, tetapi ternyata Ron dan Hermione sudah saling menyukai, jadi tidak ada masalah dengan sakit hati. Bahkan Ginny juga memberi ucapan selamat dan memuji keberanian Harry, meskipun sesudah itu dia menekuk wajah seharian.
Suatu hari, Harry, Ron, dan Hermione berjalan bersama menuju kelas Jimat dan Guna-guna (mereka tetap tak terpisahkan meskipun Ron dan Hermione sudah jadian). Tak disangka-sangka, Harry menabrak Malfoy.
"APA YANG KAU PIKIR SEDANG KAU LAKUKAN, POTTER???!!!" Malfoy berteriak sungguh keras sekali sehingga Harry yakin kalau Profesor Flitwick mendengarnya, dia akan langsung kena serangan jantung.
"Malfoy, kau ini kenapa sih?" kata Hermione.
"Yeah," dukung Ron. "Tak sengaja tertabrak saja sudah..."
"JANGAN IKUT CAMPUR YANG BUKAN URUSANMU, WEASLEY DAN DARAH LUMPUR GRANGER!!!" Malfoy berteriak tepat di depan hidung Harry. Harry melihat urat-urat nadi di pelipis Malfoy berkedut-kedut, dan muka anak itu merah membara karena marah besar.
Harry, Ron, dan Hermione berpandangan. Tidak biasanya Malfoy marah seperti ini. Dia hanya akan menyindir-nyindir mereka dengan kata-kata pedas. Tapi kali ini dia seperti gunung berapi aktif yang kawahnya tersumbat.
"Malfoy," kata Harry dengan berani. "Kau teriak-teriak begini akan mengganggu semua orang dan..."
"TERSERAH!!!" teriak Malfoy lagi dan dia berlalu dengan kasar. Di belakang Harry, Glenn Everard si anggota Hak Asasi berceletuk, "Makanya, jaga sikapmu, Potter!"
Tetapi sesudah Malfoy pergi, Harry melihat apa yang membuatnya meledak-ledak. Tepat di depan kelas Jimat dan Guna-guna, Pansy Parkinson berciuman dengan Sharon Wilfred. Harry, Ron, dan Hermione terperangah. Pansy putus dengan Malfoy? Bagaimana bisa? Padahal mereka kelihatannya sudah mesra sekali. Tapi kali ini Pansy sedang berciuman dengan salah satu anggota F4, padahal sama-sama dari Slytherin. Mau tidak mau Harry merasa sedikit kasihan juga pada Malfoy. Dia tidak bisa membayangkan kalau dia yang diputusi oleh Cho Chang. Hiii...pasti menyeramkan sekali! Harry juga berharap suatu hari nanti Malfoy menemukan pacar yang lebih baik daripada Pansy

Tidak ada komentar:
Posting Komentar